Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan uji materiil pasal 205 Ayat 4, Pasal 211 Ayat 3, dan Pasal 212 Ayat 3 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang pemilihan umum legislatif.
"Mengabulkan permohonan untuk sebagian," kata Ketua majelis hakim MK, Mahfud MD ketika membaca putusan di dalam persidangan digedung MK, Jakarta, Jumat, 7 Agustus 2009.
Konklusi yang disampaikan MK. Pertama, MK berwenang mengadili kasus. Kedua, pemohon memiliki kedudukan untuk memperkarakan pasal-pasal itu. Pasal-pasal yang diperkarakan itu konstitusional bersyarat. Artinya, itu berlaku dengan penafsiran majelis hakim.
Ketentuan pelaksanaan putusan yaitu dengan cara, pertama menentukan kesetaraan 50 persen. Kedua, membagi kursi dengan ketentuan:
a. Apabila mencapai 50 persen dari BPP mendapat 1 kursi
b. Apabila tidak dapat dan masih ada sisa kursi diperhitungkan sebagai sisa suara dan diperhitungkan tahap 3.
Dengan keputusan ini, maka implikasinya, tafsiran Zaenal Ma'arif tidak berlaku. Dan komposisi kursi DPR RI akan jauh berbeda dari hasil penghitungan tahap pertama.
Pengajuan permohonan uji materiil Pasal 205 Ayat 4 diajukan Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura), Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra), Partai Keadilan Sejahtera (PKS), dan beberapa calon legislator dari Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Sedangkan Pasal 211 Ayat 3 dan Pasal 212 Ayat 3 hanya diajukan oleh Hanura.
Para pemohon mendalilkan pasal-pasal itu menimbulkan banyak tafsir dan menimbulkan ketidakpastian hukum. Pasal 205 Ayat 4 dianggap menyebabkan suara yang telah dikonversi menjadi kursi legislatif diikutsertakan lagi dalam penghitungan untuk kursi tahap kedua. Sehingga dianggap tidak adil.
Selain itu, pasal-pasal ini juga dianggap melanggar prinsip one man one vote dan tidak sesuai dengan sistem pemilu proporsional seperti yang dianut oleh pemilu Indonesia. Karena dinilai terjadi penghitungan ulang dalam penghitungan kursi legislatif.
Akibatnya, partai yang mendapatkan kursi pada tahap pertama mendapat kursi tahap kedua secara otomatis, tanpa membandingkan sisa suaranya dengan perolehan partai yang suaranya tidak melebihi BPP.
Hanura dan beberapa caleg PPP meminta Mahkamah membatalkan pasal itu. Pasal itu karena telah menimbulkan banyak tafsir. Sementara, PKS meminta MK menafsirkan ulang Pasal 205 Ayat 4 sesuai dengan UUD 1945.
Adapun bunyi Pasal 205 Ayat 4 adalah, "Dalam hal masih terdapat sisa kursi dilakukan penghitungan perolehan kursi tahap kedua dengan cara membagikan jumlah sisa kursi yang belum terbagi kepada Partai Politik Peserta Pemilu yang memperoleh suara sekurangkurangnya 50% (lima puluh perseratus) dari BPP DPR."
Sedangkan Pasal 212 Ayat 3 berbunyi, "Dalam hal ini masih terdapat sisa kursi setelah dialokasikan berdasarkan BPP DPRD, maka perolehan kursi partai politik peserta pemilu dilakukan dengan cara membagikan sisa kursi berdasarkan sisa suara terbanyak satu per satu sampai habis."
sumber : http://politik.vivanews.com/
1 komentar:
selamat....mudah2an PKS tidak kehilangan kursi.dan yg lebih penting lagi tidak kehilangan idealisme demi mendapat kekuasaan...selamat bekerja..
Posting Komentar